MAKALAH
UNTUK
MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Analisis
Kebijakan dan Pengambilan Keputusan
Yang
dibina oleh Bapak Prof. Dr. Ali Imron, M.Pd. M.Si
oleh:
Erni
Febriana 160131600471
(E-mail:
ernifebri27@gmail.com)
Faisah
Tri Nur Asih 160131600702
(E-mail:
faisah985@gmail.com)
Feni
Nur Anggraeni 160131607182
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
ADMINISTRASI
PENDIDIKAN
AGUSTUS
2017
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah
ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi
pembaca. Makalah
ini disusun dalam rangka untuk menyelesaikan tugas dari dosen kami Bapak Prof. Dr. Ali Imron, M.Pd, M.Si selaku pembimbing mata kuliah Analisis Kebijakan dan
Pengambilan Keputusan.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
Malang, Agustus 2017
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang....................................................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah................................................................................................. 1
C.
Tujuan.................................................................................................................... 1
BAB II BAHASAN
A.
Manusia
Indonesia Masa Depan yang Diharapkan............................................... 3
B.
Kebijakan
Pendidikan ang Relevan di Masa Depan............................................. 4
C.
Strategi
Belajar-Mengajar yang Harus Dikembangkan......................................... 5
D.
Permasalahan
dan Tantangan Dalam Dunia Pendidikan di Indonesia.................. 6
E.
Harapan
Pendidikan di Masa Depan................................................................... 11
BAB III PENUTUP
A.
Simpulan.............................................................................................................. 13
B.
Saran.................................................................................................................... 13
DAFTAR RUJUKAN.................................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Di era belakangan ini keadaan dunia
pendidikan berubah terus menerus. Perubahan tersebut berlangsung secara cepat,
menyeluruh, mendalam, dan tidak terduga. Perubahan tersebut membawa dampak
bergesernya kehidupan manusia yang tidak bisa melepaskan diri dari arus
perubahan. Adanya perubahan-perubahan tersebut yang paling terpengaruh besar di
sektor pendidikan. pendidikan ang merupakan kebutuhan utama masyarakat yang
menuntut masyarakat untuk terlibat secara aktif di dalam arus perubahan. Sebab,
perubahan-perubahan yang terjadi, telah menggeser pusat-pusat ilmu pengetahuan
dan teknologi, pengembangan sumber daya manusia, tidak lagi berada di sektor
pendidikan melainkan justru di sektor lain.
Penulis memilih judul “Kebijakan
Pendidikan di Masa Depan” karena mengingat pentingnya pembaharuan di dunia
pendidikan dengan melihat peristiwa yang terjadi di masa lampau dalam dunia
pendidikan.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
manusia Indonesia yang diharapkan di masa depan?
2. Bagaimana
kebijakan pendidikan yang relevan di masa depan?
3. Bagaimana
strategi belajar-mengajar yang harus dikembangkan?
4. Apa
permasalah dan tantangan dalam dunia pendidikan di Indonesia?
5. Bagaimana
harapan pendidikan di masa depan?
C.
Tujuan
1. Agar
pembaca mengetahui dan memahami manusia Indonesia yang diharapkan di masa
depan.
2. Agar
pembaca mengetahui dan mamahami kebijakan pendidikan yang relevan di masa
depan.
3. Agar
pembaca mengetahui dan memahami strategi belajar-mengajar yang harus
dikembangkan.
4. Agar
pembaca mengetahui dan memahami permasalahan dan tantangan dalam dunia
pendidikan di Indonesia.
5. Agar
pembaca mengetahui dan memahami harapan pendidikan di masa depan.
BAB II
BAHASAN
A.
Manusia
Indonesia Masa Depan yang Diharapkan
Menurut Imron (2002:
130) setiap manusia memiliki kualiatas-kualitas tertentu. Adapun
kualitas-kualitas tersebut meliputi kualitas fisik dan kualitas nonfisik.
Kualitas fisik berhubungan dengan kualitas lahiriyah dan jasmaniyah seseorang.
Kualitas demikian, diindikasikan oleh: ukuran badannya, tenaga fisik yang
dimiliki, daya tahan tubuhnya, kesehatan jasmaninya, dan kesegaran atau
kebugaran raganya. Sedangkan kualitas nonfisik berkaitan dengan hal-hal yang
bersifat batiniah, nonfissik dan kejiwaan. Kualitas nonfisik tersebut meliputi
kualitas pribadi, kualitas hubungan dengan pihak lain, dan kualitas
kekaryaannya. Kualitas fisik dan kualitas nonfisik saling melengkapi karena
kualitas fisik diperlukan untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan yang menyangkut
dan mendukung tercapainya kualitas nonfisik.
Kualitas
pribadi adalah kualitas yang secara pribadi dimiliki oleh seseorang dan tidak
dimiliki oleh orang lain. kualitas pribadi ini sangat unik, karena kualitas
demikianlah yang membedakan antara orang satu dengan yang lainnya. Adapun
pribadi yang diharapkan untuk negara di masa depan adalah yang: kukuh, mantap,
matang, tidak mudah goyah atau terombang-ambing, kuat, dan yang mandiri.
Kualitas
hubungan dengan pihak lan meliputi: kualitas hubungan dengan Tuhan Yang Maha
Esa, kualitas hubungan dengan sesama manusia, hubungan sesame makhluk atau alam
sekitarnya. Kualitas hubungan dengan Tuhan diindikasikan oleh keimanan,
ketaqwaan, amalan-amalan, tingginya moralitas, akhlak, dan kerajinan beribadah.
Kualitas hubungan dengan sesama manusia diindikasikan oleh tingginya rasa
solidaritas, kesetiakawanan, tingginya toleransi, meletakkan kepentingan umum
di atas kepentingan pribadi dan golongan. Kualitas hubungan dengan
makhluk-makhluk lain atau alam adalah menyayangi binatang, melestarikan
kehidupan binatang, memelihara alam sekitar, tidak mencemari lingkungan, dan
sebagainya.
Kualitas
kekaryaan meliputi: produktivitas karyanya, bobot karyanya, kegemaran berkarya,
kebanggan berkarya, serta bisa menghargai dan mengapresiasi karya.
Menurut Suryadi (2014: 39) manusia
Indonesia yang berkualitas harus mempunyai kompetensi dua dimensi sekaligus,
yaitu kompetensi teknis dan kompetensi nonteknis. Kompetensi teknis meliputi
kemampuan, keahlian, profesionalitas yang menjadi prasyarat mutlak untuk
mencapai kemampuan daya saing bangsa di era global. Kemampuan nonteknis
meliputi nilai dan perilaku modern serta kreativitas yang akan berdampak sangat
besar pada produktivitas.
B.
Kebijakan
Pendidikan Yang Relevan Di Masa Depan
Menurut
Imron (2002: 132) peningkatan kualitas pendidikan harus diprioritaskan.
Kualitas pendidikan sangat penting artinya, karena hanya manusia yang
berkualitas saja yang bisa bertahan hidup di masa depan. Manusia yang
berkualitas diharapkan dapat bersama-sama turut berpartisipasi dalam dunia
pendidikan yang semakin berubah.
Peningkatan
kesiapan peserta didik harus sejak dini dilatih untuk menghadapi perubahan yang
terus menerus, karena dengan adanya pengalaman menghadapi perubahan mereka
tidak akan terkejut dengan adanya perubahan-perubahan yang akan dialami di
masyarakat kelak. Kemampuan yang pernah dimiliki ketika menghadapi perubahan di
lembaga pendidikan, akan ditransfer ke dalam dunia senyatanya.
Peningkatan
kemandirian anak melalui pengajaran harus menjadi kebijaksanaan pendidikan,
mengingat manusia di masa depan yang dapat berkompetisi serta bisa membawa
bangsanya dalam perubahan dunia, adalah manusia yang mandiri. Prestasi anak di
lembaga pendidikan antara lain juga harus dilihat dari sisi kemandiriannya.
Harus diberi penghargaan kepada anak didik yang tingkat kemandiriannya tinggi
agar dapat memacu peserta didik lain menjadi mandiri.
Kebijakan
yang lain seperti mengarahkan peserta didik di lembaga pendidikan ke arah nyata
juga harus dilakukan agar peserta didik berlatih berkarya. Dengan adanya
kebiasaan berkarya yang sering dilakukan oleh seorang anak di dunia pendidikan
dapat dilanjutkan ketika seorang anak telah kembali ke masyarakat kelak. Untuk
memacu anak terus berkarya haruslah diberikan penghargaan atas karyanya
tersebut.
Penanaman
kedisiplinan pada peserta didik di lembaga pendidikan juga penting untuk
diterapkan. Kedisiplinan tersebut dapat dimulai dari diri sendiri agar seorang
anak dapat memberikan sesuatu yang berharga kepada masyarakat.
Penanaman
keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa juga tak kalah penting agar
seorang anak dapat mengendalikan diri tidak terjerumus kedalam kehidupan yang
sesat. Ia harus mengetahui bahwa makhluk yang beragama harus mentaati perintah
Tuhan dan menjauhi larangan-Nya.
Kebijakan
yang terakhir adalah penanaman kesetiakawanan diantara teman sebangsa. Hal ini
penting untuk ditanamkan pada seorang anak didik karena mereka hidup sebagai
makhluk sosial yang artinya dia juga membutuhkan manusia lain untuk bertahan
hidup. Mereka yang setiap harinya melakukan interaksi dengan sesamanya.
C. Strategi
Belajar-Mengajar yang Harus Dikembangkan
Menurut
Imron (2012:134) dalam merumuskan
kebijaksanaan pendidikan di masa depan, maka strategi belajar mengajar yang
dikembangkan tidaklah cukup sekedar menempatkan guru pada posisi sentral.
Strategi belajar harus diorientasikan dan disentralkan
pada peserta didik karena yang harus dikembangkan kemampuannya di lembaga
pendidikan adalah siswa dan bukan gurunya. Jika memang guru yang menjadi pusat
perhatian, tentu hal tersebut haruslah dijadikan sebagai sasaran dalam rangka
mempersiapkan peserta didik untuk menghadapi tugas-tugas kemanusiaan dihari
esok
Belajar tidak cukup hanya menyampaikan pengetahuan,
melainkan yang terpenting adalah mengajar siswa bagaimana caranya belajar.
Dengan tahu bagaimana cara belajar yang baik, maka sisiwa akan banyak belajar
secara mandiri. Kedaulatan kelas akhirnya bukan terletak di tangan guru, harus
ada pembagian yang seimbang antara yang harus dikerjakan guru dan mana yang
mesti di lakukan oleh siswa.
Belajar mandiri sebagaimana yang direkayasa melalui
kelas, diharapkan tumbuh terus meskipun siswa sudah tidak berada dikelas
lagi.kesadaran akan pentingnya belajar diharapkan dapat “mempribadi” pada diri
siswa, sehingga pada akhirnya siswa terus belajar sepanjang hayat.
Dalam proses belajar-mengajar di kelas, juga harus
ditanamkan keterbukaan atara siswa dengan guru. Guru haruslah memberikan contoh
keterbukaan demikia, misalnya mengakui kesalahannya jika memang ia salah,
mengakui ketertinggalannya dalam bidang tertentu kepada siswa jika memang benar
siswa tersebut lebih mengikuti perkembangan yang paling terakhir. Keteladanan
tersebut bisa ditiru oleh siswa pada situasi lain dan mampu menerima apa yang
berasal dari orang lain jika itu benar.
Guru juga harus banyak menghargai terhadap prestasi
mandiri siswa, oleh karena penghargaan demikian akan memacu kemandiriannya
secara terus-menerus. Kemandirian yang dipacu melalui menghargai tadi, akan
mempribadi pada diri siswa meskipun mungkin tidak ada hadiahnya lagi.
D.
Permasalahan
dan Tantangan Dalam Dunia Pendidikan Di Indonesia
Menurut
Suryadi (2014) saat ini Indonesia menghadapi tantangan persaingan bangsa di era
global yang menuntut peningkatan kualitas dan produktivitas manusia terdidik.
Berbagai kebijakan pembangunan pendidikan nasional telah dilahirkan, antara
lain melalui sebuah lompatan besar dalam legislasi anggaran pendidikan hingga
mencapai 20% dari APBN. Namun besarnya anggaran pendidikan bukan sebuah jaminan
untuk mencapai pendidikan yang bermutu dan berdaya saing. Daya saing hanya
dapat diwujudkan oleh sebuah negara yang mandiri (independent), yaitu bangsa yang mampu melaksanakan kebijkan dan
program pembangunan dengan mengandalkan kekuatan sendiri.
Perwujudan kemandirian bangsa hanya
dapat diwujudkan melalui pendidikan yang bermutu, relevan, dan berkeadilan.
Pendidikan harus dapat berfungsi sebagai katalisator pembangunan nasional di
berbagai bidang. Sebagai bagian integral dari suatu sistem perekonomian negara,
pendidikan harus dapat menghasilkan tenaga terdidik yang cakap, kreatif, dan
profesional agar menjadi pelaku-pelaku ekonomi yang produktif dan
berkelanjutan. Untuk mewujudkan manusia
terdidik yang demikian, pembangunan pendidikan nasional harus dilaksanakan atas
dasar kebijakan yang berbasis riset dan teknologi (Research base policy). Hal ini penting agar pengelolaan dan
penyelenggaraan pendidikan tetap selaras dengan permasalahan, potensi, peluang
dan tantangannya pada zaman yang berubah.
Menurut Suryadi (2014) ada beberapa
permasalahan mendasar yang dihadapi dalam pengelolaan dan penyelenggaraan
system pendidikan nasional.
1. Komitmen
Indonesia terhadap Legislasi Nasional
Sebagai bagian aktifd ari United Nation, Indonesia telah berkomitmen untuk
melaksanakan Universal Declaration of
Human Right (UDHR, 1984), yang pada pasal 28 menegaskan bahwa: “(1) setiap
orang berhak atas pendidikan, dan pendidikan harus bebas biaya, setidaknya pada
pendidikan dasar yang harus bersifat free
and compulsory; (2) pendidikan teknik, kejuruan, profesi, dan pendidikan
tinggi harus dapat diikuti oleh semua orang berdasarkan kemampuan
masing-masing”. Untuk memenuhi hak-hak dasar manusia yang dilindungi oleh
undang-undang, pemerintah berkewajiban untuk menyelenggarakan pelayanan
pendidikan yang bermutu secara adil dan merata bagi seluruh warga negara.
Banyak negara di berbagai belahan dunia yang telah
meratifikasi legislasi internasional bidang pendidikan, sebagian atau
seluruhnya, serta diadopsi menjadi legislasi nasional. Selanjutnya, setiap
negara dapat mengatur pengelolaan dan pelayanan dari tiga komponen dasar
pendidikan tersebut, berdasarkan sistem hukum nasional masing-masing, yaitu:
a. Education for all the people, pendidikan dasar wajib dan bebas biaya untuk
menjamin terwujudnya akses yang universal bagi semua warga tanpa terkecuali.
b. Education for most of the people, yaitu
komponen pendidikan teknik/kejuruan dan proesianal yang dapat diakses oleh sebagian penduduk pada kategori
angkatan kerja atau calon angkatan kerja dengan akses yang bersifat merit atas
dasar bakat, minat, kemampuan, dan potensi yang dimiliki masing-masing.
c. Education for the elite, yaitu
komponen pendidikan tinggi akademik dan riset yang berorientasi terhadap
penguasaan, pemanfaatan, dan penemuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan
akses yang bersifat merit bagi mereka yang memenuhi persyaratan berupa potensi
keunggulan, tetapi jumlahnya banyak.
Dalam sistem pendidikan nasional,
pemerintah telah menyususn kebijakan pendidikan sesuai dengan amanat kontitusi
dan peraturan perundangan. Sesuai dengan legislasi internasional, Indonesia
tetap komitmen untuk mengelola dan menyelenggarakan masing-masing dari ketiga
komponen dasar pendidikan, sesuai dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam UDHR
(1984) tersebut. Meskipun demikian, Indonesia belum sepenuhnya melaksanakan
prinsip-prinsip yang tertuang dalam legislasi internasional, karena menghadapi
beberapa kendala yang serius, di antaranya sebagai berikut.
Pertama, Indonesia belum pernah memiliki
legislasi nasional ‘free and compulsory
basic education’ sebalum amandemen UUD 1945. Dalam amandemen ke-4 (tahun
2000) UUD 1945 pasal 31 ayat (4) diamanatkan: “Setiap warga Negara wajib
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Pasal ini
menunjukkan bahwa Indonesia berkomitmen untuk melaksanakan ‘compulsory basic education’ misalnya melalui program wajib belajar
pendidikan dasar. Akan tetapi, ketika perguruan swasta diberi kesempatan untuk
menyelenggarakan pendidikan dasar atau sederajat, maka kebijakan ,free basic education’ justru diragukan eksistensinya
karena sebagian pendanaan pendidikan dasar kenyataanya masih tetap dibebankan
kepada keluarga.
Kedua, pendidikan teknik/kejuruan dan
pendidikan professional di Indonesia masih menghadapi permasalahan struktural.
Kurikulum dan program pada satuan pendidikan teknik/kejuruan dikembangkan dan
disusun secara terpisah dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri.
Sehingga hal ini yang menjadi sumber ketidaksesuaian antara kompetensi lulusan
pendidikan kejuruan dengan kebutuhan lapangan kerja yang sesungguhnya.
Ketiga, hingga
sekarang pendidikan tinggi (PT) Indonesia belum mempunyai kapasitas yang
memadai untuk memacu keunggulan dan daya saing bangsa di kancah internasional.
2. Peningkatan
Mutu dan Daya Saing
Indonesia masih
menghadapi permasalahan konseptual yang kronis dalam penyusunan kebijakan
nasional pendidikan. Sejak awal 1970-an, keberhasilan pembangunan pendidikan
lebih banyak diukur dengan mengunakan Indikator Kunci Keberhasilan (IKK) yang
sebenarnya ini sudah dianggap ‘usang’, tetapi masih digunakan secara massive di semua jenjang pendidikan
seperti angka partisipasi pendidikan (APK, AMP, APS, angka melanjutkan sekolah,
dan sejenisnya) pada tingkat yang sangat agregat. Indikator-indikator seperti
ini telah digunakan secara intensif pada tahun 1970-an lebih rendah
dibandingakan negara berkembang pada umumnya. Pada tahun 1990-an Indonesia
berhasil mencapai APM-SD >95% hanya dalam 3 dasawarsa dan oleh karena itu
presiden Soeharto memperoleh penghargaan UNESCO yang disebut “Piagam Avicena”
pada tahun 1993. Atas keberhasilan itu, maka seharusnya sejak awal melinium
Indonesia mengubah haluan dan menggunakan strategi pembagunan sesuai dengan era
global yang lebih menempatkan mutu dan keunggulan di atas segalanya.
Indikator
keberhasilan yang cukup usang, tetapi masih digunakan secara massive dalam pengukuran mutu pendidikan
adalah skor hasil ujian nasional (UN) yang justru lebih banyak mengukur jumlah
pengetahuan yang diperoleh siswa ketimbang mengukur capaian standar pendidikan
nasional. Jika ini dipersoalkan, maka kesalahan bukan terletak pada ‘ujian’
karena ujian adalah konsep yang inherent di
dalam suatu sistem pendidikan di manapun juga. Permasalahan UN muncul karena
penyelenggaraannya yang memiliki kelemahan yang cukup mendasar.
Salah satu
kelemahan mendasar UN adalah kualitas ujian itu sendiri. Ujian yang berkualitas
dapat menghasilkan informasi yang akurat mengenai status dan variasi mutu
pendidikan. Kualitas ujian itu sendiri di tentukan oleh kualitas soal ujiannya
sebagai atat ukur capian Standar Kemampuan Lulusan (SKL). Masalahnya, mutu
rumusan SKL sebagai standar pendidikan nasional dan dampaknya terhadap campaian
standar tersebut belum dievaluasi secara sistematis. Kemendibud belum melakukan
review secara menyeluruh terhadap rumusan SKL serta evaluasi tingkat
pencapaiannya pada setiap satuan SKL menurut mata pelajaran, satuan, dan
jenjang pendidikan. SKL yang berlaku juga belum pernah diremajakan (updated)
walaupun sudah digunakan lebih dari lima tahun.
Kelemahan lain
dari penyelenggaraan UN adalah sistem penyedian soal ujian. Kini, kemudian
tidak lagi menggunakan mekanisme Bank Soal (item banking system) untuk menjamin
bahwa soal-soal yang digunakan dalam UN bermutu secara konseptual dan secara
empiris. Soal-soal yang diguanakan dalam UN dihasilkan dari mekanisme ad-hoc yang belum bisa dijamin
kualitasnya. Dengan mutu soal ujian yang demikian, maka UN tidak akan mampu
menghasilkan informasi yang akurat, terutama jika pemerintah inggin mengetahui
apakah standar pendidikan nasional telah dicapai atau tidak. Dengan kualitas
soal yang kurang bermutu, hasil ujian tidak dapat dianalisis secara akurat
dalam rangka menemukan faktor-faktor yang perlu diperbaiki agar dapat
meningkatkan mutu belajar siswa. Mutu, soal-soal ujian yang kurang bermutu akan
menjadikan UN tidak lebih dari hanya sebagai belanja uang negara yang kurang
efisien yang kurang berdampak pada peningkatan mutu pendidikan nasional.
Dalam kaitannya dengan mutu dan daya saing
bangsa, terdapat kenyataan bahwa kebijakan dan program pembangunan pendidikan
di Indonesia lebih berorientasi terhadap dua permasalahan yang mengakibatkan
terjadinya disorientasi pembangunan pendidikan yang cukup kronis, yaitu: (1)
secara makro, pembangunan yang lebih menempatkan pemenuhan prasarana fisik dan
infrastruktur ang bertujuan untuk menampung peserta didik yang semakin besar
jumlahnya; (2) secara mikro, ditandai dengan rendahnya mutu proses pengelolaan
dan penyelenggaraan pada satuan-satuan pendidikan, dengan kurikulum sekolah
berorientasi akademik pada setiap mata pelajaran yang disampaikan guru secara
berurutan menurut satuan waktu dengan proses proses pembelajaran yang kurang
bermutu.
Berdasarkan
permasalahan tersebut, diperlukan suatu kajian khusus untuk mengantisipasi dan
mengeksplorasi berbagai isu kebijakan dalam mewujudkan system pendidikan
nasional yang semakin bermutu dan berdaya saing secara global.
E.
Harapan
Pendidikan di Masa Depan
Pengalaman adalah guru yang terbaik.
Pengalaman akan peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi semestinya menjadi
pelajaran yang berharga untuk kita agar tidak terjerumus ke dalam permasalahan
yang sama untuk melangkah ke masa yang akan datang. Bangsa Indonesia adalah
bangsa yang memiliki banyak potensi, hanya saja kita yang masih belum bisa
memanfaatkannya dengan baik dan benar untuk menjadi bangsa yang mempunyai
martabat, harga diri, dan mampu sejajar dengan negara maju yang ada di dunia.
Semua itu membutuhkan kunci utama, yaitu “pendidikan”.
Kondisi pendidikan yang selama ini
dilaksanakan diharapkan menjadi pelajaran yang sangat berharga dalam upaya
membangun atau mengambil kebijakan tentang pendidikan ke depan. Sejarah
merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan masa kini, sehingga sejarah sangat
berpengaruh terhadap pendidikan sekarang dan akan datang.
Menurut Hasbullah (2015: 139) dalam
Djohar (2003: 85), yang mengutip pendapatnya Gibson (1997), mengemukakan bahwa
masa depan memiliki kriteria khusus yang ditandai oleh hiperkompetisi, suksesi
revolusi teknologi, dan konflik social, menghasilkan keadaan yang tidak dapat
diperkirakan dari keadaan masa lampau dan masa kini. Oleh karena itu, masa
depan hanya dapat dihadapi dengan kreativitas, meskipun keadaan posisi sekarang
memiliki peranan penting untuk memicu kreativitas tersebut.
Pendidikan di masa yang akan datang
harus dibangun dan dirancang atas dasar kritik dan kelemahan terhadap
pendidikan pada masa terdahulu dan sekarang. Dengan demikian, pendidikan di
masa depan dapat memberikan sumbangan pada pertumbuhan ekonomi, dapat
mengurangi kemiskinan, mengurangi konflik di masyarakat, mengembangkan
nilai-nilai demokrasi, moral, agama, dan HAM, berpikiran terbuka, menghargai
pluralitas, memiliki kepekaan sosial, mengurangi pengangguran, dan lain
sebagainya.
Menurut Hasbullah (2015: 140) ada
beberapa harapan kebijakan untuk pembangunan pendidikan ke depan, yaitu (1)
peningkatan anggaran pendidikan, (2) perbaikan kurikulum, (3) peningkatan
kualitas guru, (4) peningkatan kesejahteraan guru, (5) pendidikan yang murah,
(6) pemerataan pendidikan, (7) keberpihakan yang nyata semua pihak terhadap
pendidikan.
Dalam pencapaian pembangunan
nasional sangat membutuhkan pendidika terlebih dalam rangka menyongsong sebuah
era persaingan yang sangat kompetitif. Hanya pendidikan yang tepat yang akan
mampu secara efektif melaksanakan fungsinya. Oleh karena itu, diperlukan
kebijakan dan strategi pendidikan yang tepat, sehingga dapat mendukung
tercapainya pembangunan nasional.
Pendidikan nasional yang bermutu dan
efisien adalah pendidikan yang memiliki manfaat bagi percepatan kemajuan dalam
semua bidang dan sektor pembangunan. Hubungan antara pendidikan dengan
masing-masing sektor pembangunan dan kehidupan masyarakat adalah sumber daya
manusia yang bermutu, karena sumber daya manusia inilah yang menjadi pelaku
utama untuk pembangunan sectoral maupun kehidupan bersama. Pendidikan mampu
menghasilkan manusia yang menjadi sumber penggerak bagi seluruh proses
pembangunan dan kehidupan masyarakat.
Menurut
Makagiansar (2013: 80) pendidikan merupakan sebagian dari kehidupan masyarakat
dan juga sebagai dinamisator masyarakat itu sendiri. Pendidikan memiliki
peranan sangat strategis karena menjadi tiang sanggah dari kesinambungan
masyarakat itu sendiri. Menurut Makagiansar (2013: 81) ada tiga aspek yang
harus diperhatikan oleh SISDIKNAS dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan: a)
aspek akademik, b) aspek religio mental, c) aspek ketenagakerjaan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pada
dasarnya manusia memiliki kualitas yang berbeda-beda. Untuk meningkatkan
kualitas yang mereka miliki, mereka membutuhkan pendidikan yang memiliki
kualitas pula. Kualitas pendidikan sangat penting artinya, karena hanya manusia
yang berkualitas saja yang bisa bertahan hidup di masa depan. Manusia yang
berkualitas diharapkan dapat bersama-sama turut berpartisipasi dalam dunia
pendidikan yang semakin berubah. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam
dunia pendidikan maka diperlukan pengembangan strategi dalam belajar-mengajar. Pendidikan
nasional yang bermutu dan efisien adalah pendidikan yang memiliki manfaat bagi
percepatan kemajuan dalam semua bidang dan sektor pembangunan. Pendidikan mampu
menghasilkan manusia yang menjadi sumber penggerak bagi seluruh proses
pembangunan dan kehidupan masyarakat.
B.
Saran
Sebaiknya,
materi dalam makalah ini dapat dibaca oleh seluruh pihak dan elemen yang
berkaitan dengan pembuatan kebijakan pendidikan di masa depan. Diharapkan
nantinya setelah membaca makalah ini dapat tercipta kebijakan-kebijakan pendidikan
baru yang relevan dengan masanya dan menjadikan pendidikan nasional Indonesia
lebih baik.
DAFTAR RUJUKAN
Hasbullah.2015.Kebijakan Pendidikan: Dalam Perspektif Teori, Aplikasi, dan Kondisi
Objektif Pendidikan di Indonesia.Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Imron, Ali.2002.Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia: Proses, Produk, dan Masa
Depannya.Jakarta: PT Bumi Aksara
Imron, Ali.2012.Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia: Proses, Produk, dan Masa
Depannya.Jakarta: PT Bumi Aksara
Makagiansar. 2013. Manajemen Pendidikan Nasional: Kajian Pendidikan Masa Depan. Bandung:
PT Remaja Rosda Karya
Suryadi.2014.Pendidikan Indonesia Menuju 2025.Bandung: PT Remaja Rosdakarya